Bulan Ramadan adalah waktu yang istimewa, penuh dengan keberkahan dan ladang pahala. Di bulan ini, umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairu mahdhah. Salah satu bentuk ibadah sosial yang sangat dianjurkan adalah berbagi kepada sesama, seperti membagikan takjil bagi mereka yang berpuasa.

Takjil sendiri adalah kudapan ringan yang dikonsumsi sebelum menyantap hidangan utama saat berbuka puasa. Mengutip dari RRI, Asal kata “takjil” berasal dari bahasa Arab “ajjala” yang berarti menyegerakan atau mempercepat. Banyak dalil yang mendukung keutamaan berbagi makanan bagi orang yang sedang berpuasa. Namun, dalam praktiknya di zaman modern sekarang, kegiatan membagi takjil di jalan raya kerap menimbulkan fenomena yang menggelitik dan menarik menurut saya untuk ditulis menjadi artikel ini.
Ketika Rush Hour Bertemu dengan “War Takjil”
Di sore hari, antara pukul 16.00 hingga 17.00, jalan poros utama—baik di tingkat provinsi maupun kabupaten—menjadi arena pertemuan berbagai kepentingan. Banyak orang berlalu-lalang dengan beragam tujuan. Ada yang berburu takjil dengan cara membeli, ada pula yang keluar rumah untuk bersilaturahmi ke sanak saudara. Tak ketinggalan, anak-anak yang baru mendapat izin orang tua (cah lembut-lembut) menaiki sepeda motor turut meramaikan suasana dengan ngabuburit menikmati udara sore sebelum maghrib.
Di sisi lain, para pekerja yang seharian lelah beraktivitas ingin segera pulang ke rumah, membersihkan diri, dan berbuka bersama keluarga. Namun, ada satu kelompok lagi yang tak kalah penting: pasukan “war takjil.” Mereka inilah yang selalu siap menerima uluran tangan para pembagi takjil di pinggir jalan.
Fenomena ini menjadi menarik ketika semua golongan tersebut bertemu dalam satu ruang yang sama, yaitu jalan raya. Jalan poros utama yang sudah padat berubah menjadi lautan manusia dan kendaraan yang bergerak lambat. Para pembagi takjil berdiri di bahu jalan, sementara penerima takjil mengerumuni mereka. Akibatnya, arus lalu lintas menjadi kacau dan rawan menimbulkan kecelakaan.
Antara Niat Baik dan Efek Sampin
Niat untuk berbagi adalah sesuatu yang baik. Namun, jika pelaksanaannya tidak terkoordinasi dengan baik, bisa jadi malah membawa mudharat. Lalu lintas yang macet, kendaraan yang berhenti mendadak, hingga penggunaan sound system besar atau sound horeg di jalanan sering kali membuat banyak pengendara kesal. Alih-alih membawa berkah, kegiatan ini justru berpotensi menimbulkan keburukan.
Mungkin sudah saatnya ada sosialisasi dari pihak terkait mengenai tata cara pembagian takjil di jalan raya. Dengan perencanaan yang lebih baik, seperti menempatkan kegiatan ini di lokasi yang lebih aman atau menyediakan petugas untuk mengatur lalu lintas, niat baik ini bisa tetap berjalan tanpa mengganggu ketertiban umum.
Sebab, mbagi takjil kuwi apik, tapi ojo nganti malah nyusahke wong liya. Harapannya, kita tetap bisa berbagi dengan penuh kebahagiaan tanpa menciptakan kemacetan dan keresahan di jalanan. Semoga Ramadan kali ini membawa lebih banyak manfaat dan berkah bagi semua. Amin.
Oke mantpn
Oke Baik.
Melaju dengan pesat mbah