Bertegur sapa saat berpapasan, minimal dengan senyuman, adalah hal kecil yang membawa dampak besar. Dalam sebuah hadis pendek disebutkan: “Tabassumuka fii wajhi akhiika shadaqatun” — Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah (HR. Tirmidzi). Artinya, memberikan senyum tulus kepada orang lain bukan hanya sikap ramah, tapi juga bernilai ibadah.
Tak heran bila praktik 3S: Senyum, Salam, dan Sapa, banyak diadopsi oleh berbagai tempat pelayanan publik, dari kantor hingga supermarket. Ini karena selain mempererat hubungan sosial, senyum juga merupakan bentuk sedekah yang paling ringan dalam Islam.
Lebih dari itu, saat kita melanjutkan senyum dengan memberikan salam dan sapaan tulus — meski hati sedang lelah, sedih, atau marah — semoga itu menjadi bentuk sedekah sekaligus terapi jiwa. Tindakan sederhana ini dapat memberi manfaat luar biasa, mulai dari melatih otot wajah agar tampak lebih cerah dan muda, hingga menyebarkan energi positif kepada orang yang kita temui.

Kebiasaan 3S juga bisa membentuk personal branding sebagai pribadi yang ramah, sopan, dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya Nusantara. Budaya kita dikenal terbuka dan santun sejak dulu. Saking ramahnya, konon kita sampai “mengizinkan” bangsa lain mulai dari mencicipi sampai berdagang rempah di tanah air dan akhirnya hidup di bawah pemerintahan kolonialisme selama 350 tahun.
Sayangnya, kesantunan ini kerap disalahgunakan, bahkan sampai ke ruang sidang. Contohnya, kasus korupsi Rp300 triliun — si terdakwa, Pak Moeis, divonis 6,5 tahun penjara. Karena alasan sikapnya yang santun dan baik di meja sidang. WOW banget, bukan?
Kembali ke manfaat senyum-salam-sapa bila berada dikehidupa sosial berumah tangga maka akan menciptakan lingkungan yang saling mendukung, harmonis, dan kebersihan lingkungan pun akan terjaga karena tidak ada yang mengurusi dapur milik orang lain, Ketika berpapasan hanya senyum dan menyapa saja, namun perlu digaris bawahi jangan sampai berbuat melampau batas seperti basa-basi berlebihan. Untuk basa-basi berlebihan ini mari kita bahas dilain kesempatan saja yang lebih intens dan menohok.

Manfaat senyum-salam-sapa sebenarnya masih banyak lagi namun mohon sekiranya hal ini tidak menjadikanmu orang yang ‘wani silit-wedi rai’. Pengecut hari ini sudah bergeser maknanya mungkin Ketika dulu diartikan hanya berani membicarakan seorang dibelakangnya dan takut untuk bertemu atau berpapasan muka. Belakangan ini ada orang yang berani didepan senyum-salam-sapa namun Ketika dibelakang juga berani membicarakan orang lain bahkan itu hal-hal buruk yang menjerumus ke jurang fitnah.
Saat sedang tidak baik-baik saja, tidak masalah untuk menunda 3S — daripada melakukannya tanpa keikhlasan yang justru terasa janggal. Misalnya saat pulang kerja dalam keadaan lelah, lalu bertemu kasir minimarket yang juga sedang penat. Kalau sapaanmu hanya formalitas dan nadanya ogah-ogahan, malah bisa bikin suasana makin tidak nyaman.
Akhirnya mereka berdua saling kesal dan lebih merasa Lelah, lanjut membuat Instagram story “Dunia ini keras”. Sek boss. Ojo kesusu, sing tenang ngono wae lo. Bagaimana kalau kau ambil minuman dua botol itu lalu duduk Bersama di teras minimarket? Dan bercerita keluh kesah masing-masing, apa tidak nyeni seperti itu? Siapa tau berakhir dengan munculnya proyek-proyek baru walaupun dengan profit yang belum tentu, hehe.Intinya, tetap semangat jalani hari dengan hati gembira. Bikin story curhat sesekali boleh saja, asal tetap seimbang dengan pikiran yang jernih dan hati yang bersih. Jangan suuzon, dan teruskan kebiasaan baik: Senyum, Salam, Sapa.